Live for Money (2020)
Watercolor on Paper
17 cm x 27 cm
Watercolor on Paper
17 cm x 27 cm
Kehidupan tidak berharga tanpa uang. Ketika pemilik modal dapat melakukan apa saja demi kepuasannya, nun jauh disana orang-orang juga memiliki hasrat akan kebutuhannya. Hutan terbakar siapa yang peduli?
Kilau Art Studio Present:
We coordinally invite you to join us
Visual art exhibiton:
Art for The Earth Exhibition 30 x 30
March 7 - 17 2020.
Opening March 7 at 7.30 pm
Music Performance : Guzmow
Workshop : Mencegah Sampah Menjadi Sampah (Komunitas Atap Alis)
Opening by :
Tisna Sanjaya (Artist)
Meiki W. Paendong (Walhi Jabar)
The Huis Gallery, (Taman Budaya Jawa Barat), Jl. Bukit Dago Selatan No.53A, Dago Bandung - Jawa Barat
Free..
Pengantar Pameran (Kilau Art Studio)
Jika kelestarian alam adalah jawaban, maka apa pertanyaannya?
Itulah yang coba dirunut oleh beberapa seniman lewat pameran yang bertajuk 30X30. Dengan karya-karya yang dihadirkan, para seniman itu mencoba merepresentasikan rentetan pertanyaan yang merangkum hubungan manusia dengan alam. Kehadiran manusia di muka bumi ini sendiri memang merupakan janji atas kerusakan jagad raya, hal ini seperti yang termaktub dalam ketentuan di kitab suci. Namun seperti kata pepatah, siapa yang menanam maka dia pula yang akan menuainya. Oleh karena itu, malapetaka merupakan keniscayaan yang mustahil bisa dihindarkan.
Di era modern saat ini, hubungan alam dengan manusia semakin menunjukan sinyalemen ketidakharmonisan. Manusia dengan peradabannya hari ini memang tidak menunjukan etiked baik untuk menjaga hubungannya dengan jagad raya ini. Isu-isu perubahan iklim, pemanasan global dan bencana-bencana alam yang menjadi alarm atas pledoi manusia yang ditolak oleh alam, tentu sudah akrab di telinga kita. 2030, di prediksi menjadi batas toleransi alam atas tingkah polah manusia. Sederet program disodorkan dalam duplik manusia kepada alam. Salah satunya adalah lewat perjanjian Paris, dimana Indonesia terlibat di dalamnya. Dokumen Intended Nationality Determined Contribution (INDC) sudah diselesaikan, pemerintah setuju untuk mengurangi 29% emisi secara mandiri dan 41% dengan bantuan pihak luar di tahun 2030. Hal ini merupakan langkah berani, kalau tidak mau dibilang sembrono jika mengingat status Indonesia sebagai negara berkembang. Target-target itu juga terkesan paradoks jika melihat arah kebijakan pemerintah hari ini.
Seperti diketahui, Indonesia tengah gencar menarik investor di bidang manufaktur demi menjaring modal asing. Bahka demi memuluskan hal itu, pemerintah berencana menghapuskan amdal yang beresiko menyebabkan kerusaka lingkungan jangka panjang. Tentu kehadiran para seniman dengan karyanya di pameran 30X30 bukan untuk memaparkan solusi atas masalah-masalah di atas. Justru sebaliknya, karya-karya yang hadir dalam pameran tersebut diharapkan bisa merangkum segala macam pertanyaan yang bisa menggugah masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diharapkan bisa menjadi kemungkinan-kemungkinan baru untuk keberlangsungan jagad raya yang lebih baik, sebelum tenggat yang diberikan oleh alam habis di sepuluh tahun mendatang.
We coordinally invite you to join us
Visual art exhibiton:
Art for The Earth Exhibition 30 x 30
March 7 - 17 2020.
Opening March 7 at 7.30 pm
Music Performance : Guzmow
Workshop : Mencegah Sampah Menjadi Sampah (Komunitas Atap Alis)
Opening by :
Tisna Sanjaya (Artist)
Meiki W. Paendong (Walhi Jabar)
The Huis Gallery, (Taman Budaya Jawa Barat), Jl. Bukit Dago Selatan No.53A, Dago Bandung - Jawa Barat
Free..
Pengantar Pameran (Kilau Art Studio)
Jika kelestarian alam adalah jawaban, maka apa pertanyaannya?
Itulah yang coba dirunut oleh beberapa seniman lewat pameran yang bertajuk 30X30. Dengan karya-karya yang dihadirkan, para seniman itu mencoba merepresentasikan rentetan pertanyaan yang merangkum hubungan manusia dengan alam. Kehadiran manusia di muka bumi ini sendiri memang merupakan janji atas kerusakan jagad raya, hal ini seperti yang termaktub dalam ketentuan di kitab suci. Namun seperti kata pepatah, siapa yang menanam maka dia pula yang akan menuainya. Oleh karena itu, malapetaka merupakan keniscayaan yang mustahil bisa dihindarkan.
Di era modern saat ini, hubungan alam dengan manusia semakin menunjukan sinyalemen ketidakharmonisan. Manusia dengan peradabannya hari ini memang tidak menunjukan etiked baik untuk menjaga hubungannya dengan jagad raya ini. Isu-isu perubahan iklim, pemanasan global dan bencana-bencana alam yang menjadi alarm atas pledoi manusia yang ditolak oleh alam, tentu sudah akrab di telinga kita. 2030, di prediksi menjadi batas toleransi alam atas tingkah polah manusia. Sederet program disodorkan dalam duplik manusia kepada alam. Salah satunya adalah lewat perjanjian Paris, dimana Indonesia terlibat di dalamnya. Dokumen Intended Nationality Determined Contribution (INDC) sudah diselesaikan, pemerintah setuju untuk mengurangi 29% emisi secara mandiri dan 41% dengan bantuan pihak luar di tahun 2030. Hal ini merupakan langkah berani, kalau tidak mau dibilang sembrono jika mengingat status Indonesia sebagai negara berkembang. Target-target itu juga terkesan paradoks jika melihat arah kebijakan pemerintah hari ini.
Seperti diketahui, Indonesia tengah gencar menarik investor di bidang manufaktur demi menjaring modal asing. Bahka demi memuluskan hal itu, pemerintah berencana menghapuskan amdal yang beresiko menyebabkan kerusaka lingkungan jangka panjang. Tentu kehadiran para seniman dengan karyanya di pameran 30X30 bukan untuk memaparkan solusi atas masalah-masalah di atas. Justru sebaliknya, karya-karya yang hadir dalam pameran tersebut diharapkan bisa merangkum segala macam pertanyaan yang bisa menggugah masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diharapkan bisa menjadi kemungkinan-kemungkinan baru untuk keberlangsungan jagad raya yang lebih baik, sebelum tenggat yang diberikan oleh alam habis di sepuluh tahun mendatang.
#Watercolor on Paper, #Art for Earth, #30x30, #30x30goestobandung, 30x30forearth, #30x30artexhibition