Cat Adoption (pencil on paper, dIgital coloring, 2023) |
Kucing dan Anxie
Entah percaya atau tidak, ketika saya memutuskan mengurus kucing sebagai hewan peliharaan anxie saya menjadi sedikit lebih berkurang. Kelucuan kucing yang menggemaskan, membuat saya tersenyum-senyum sendiri atau lain waktu bisa membuat saya kesal karena buang pup sembarangan. Yang lebih lucunya lagi bisa-bisanya saya ajak ngobrol atau meminta sesuatu katakanlah rejeki dan sebagainya. Saya pernah punya semacam kucing ras namanya Bule. Saya namakan Bule karena bulunya sedikit pirang-bluwek. Dulu jaman saya kecil bocah kalau dipanggil bule akrab dengan anak kampung rambutnya pirang urakan alay (anak layangan) yang biasanya tengah hari bolong main panas-panasan. Bule ditemukan dijalan oleh kakak saya ketika lebaran idul fitr sepulang dari halal bihalal sedang makan mengais sampahan. Waktu pertama ditemukan badannya kurus, kupingnya dipenuhi luka juga jamur. Selama beberapa minggu bule saya rawat, mandikan, beri makanan dan membersihkan luka jamur di kupingnya, alhamdulillah dua minggu berselang jamur rontok dan bulunya makin lebat. Namun karena bule kucing ras, perawatan jadi agak sulit dan mahal: makanan harus bagus bermerk agar bulu tidak rontok, demikian dengan pasir kucing kalo kotor sedikit bule sudah tidak mau pup dilitter box dan akan otomatis pup disembarang tempat. Akibatnya selain pengeluaran yang ekstra, beban menjadi double merawat-dan membersihkan. Bule hanya saya rawat selama 6 bulan, kematiannya bernasib tragis. Digigit seekor anjing besar yang tingginya hampir setengah ukuran tubuh manusia dengan rahang yang kokoh. Kejadiannya pagi hari sekitar jam 10an, selepas mandi setelah setengah jam-an bule tak juga terlihat. Biasanya sudah sliwar-sliwer dirumah, karena menjelang hari-hari terakhirnya bule agak manja minta dielus-elus, maklum betina. Setengah jam lebih tak kunjung terlihat saya panik, karena memang bule sudah beberapa kali mencoba untuk keluar rumah, mungkin karena insting binatang, mengurungnya terus-menerus juga tak baik. Inisiatif mencari diluar rumah selama setengah jam berkeliling kampung juga tak membuahkan hasil. Hingga pada akhirnya tetangga saya datang sambil menenteng kantong plastik kresek yang ternyata tubuh bule sudah terbujur kaku, berlumur darah dan luka bolong dileher. Si anjing ukuran setengah badan manusia itu mengoyak leher bule hingga ajal menjemputnya. Tak lama setelah itu saya mengubur bule dengan perasaan antara sedih dan bingung, 6 bulan itu entah kenapa pengalaman yang sulit dilupakan, seperti ada hati yang terpaut. Serasa kehilangan satu anggota keluarga lagi yang saya sayangi untuk selamanya, setelah sebulan sebelumnya saya ditinggal bapak saya sendiri. Tak lama berselang saya dikasih kucing kampung oleh tetangga, yang sudah diberi nama Ebi. Diberi nama Ebi karena secara kebetulan tetangga saya itu senang dengan makanan jepang "sushi", dari beberapa kucing ada juga yang diberi nama salmon. Waktu kecil saya dan orang rumah pikir Ebi berkelamin betina, karena saya lihat dari postur tubuh gombyor dan muka lugunya. Tapi lambat laun menjelang dewasa biji zakarnya mulai terlihat sudah fix bahwa Ebi seekor pejantan. Sebenarnya saya juga sudah mulai curiga, karena sebelumnya Ebi suka mengendus kemaluan kucing betina adopsi kecil saya satu lagi yang saya beri nama Keling. Mengurus kucing kampung tidaklah terlalu sulit, karena selain daya tahan tubuhnya kuat tidak gampang sakit, makanan juga tergolong murah. Saya jadi lebih banyak berhemat untuk pengeluaran makanan, seperti makanan kering (dry food) saya sempat menggunakan merk: Maxi, Life Cat, Excel, Cosmo, dan yang terakhir Bolt. Kemudian untuk makanan basah pada waktu awal saya beri makanan kaleng seperti Me-o, Wiskas, Life cat dan sebgainya. Namun lambut laun untuk menekan cost pengeluaran saya belikan ikan tongkol dan kembung segar yang kemudian saya masak sendiri. Entah faktor keberuntungan atau memang rejeki kucing saya, tukang ikan langganan sering memberi lebih sisa potongan ikan yang sudah tak terpakai, seperti kepala, dan sisa suwiran yang ada durinya. Daripada dibuang lebih baik saya minta saja untuk tambahan makanan Ebi dan kucing saya lainnya. Untuk pasir kucing pun saya menjadi lebih berhemat, saya ganti dengan abu gosok dicampur pasir bangunan dengan perbandingan 50:50. Sampai tulisan ini ditulis saya sudah punya 4 kucing kampung selain Ebi dan Keling dua lagi saya beri nama kunir dan olen. |